Senin, 11 September 2017

Terima Kasih, Tuhan



Aku sering mengutuki sepi, mengutuki malam yang terasa sangat panjang.
Aku ingin segera pagi, melihat kembali semburat cahaya menyembul dari timur.
Musim kemarau tak kalah sendu nya seperti musim penghujan bagiku.
Bedanya, doaku mengalir lebih indah berarakan di antara tetesan hujan antara Oktober-April.
Dan, tidurku lebih pulas karena gemuruh petir membuatku tak ingin lama terjaga.

Aku benci kegelisahan hati ini yang tak bisa kukabarkan pada siapa pun, tak bisa kubagi meski hanya pada kamu di imajiku.
Aku ingin bercerita tentang masa-masa yang mungkin tak pernah kau sangka-sangka.
Ada suatu masa hidupku terasa sudah di ujung jurang, tanpa harapan.
Ada suatu masa hidupku terasa sangat hampa, hingga seolah tak ada guna aku masih ada di dunia.
Ada suatu masa hidupku terasa sia-sia.

Baru kemarin aku bertanya pada Tuhan, untuk apa aku diciptakan jika hanya gelisah yang kurasakan.
Tuhan tidak menjawab, tapi Ia tunjukkan padaku ketidakberuntungan kawan-kawan.
Aku malu masih suka mengeluh ini itu.
Terima kasih, Tuhan, kemarin tak kau cabut nyawaku, seperti mauku.