Bikin postingan kali ini, sabarnya berkali-kali lipat. Maklumlah, saat hasrat menulis datang aku dihadapkan dengan situasi tanpa laptop dan si smart phone rupanya lagi ga smart. Oke, akhirnya ngutak-ngatik tablet pinjeman yang lolanya masya Allah.
Jadi kali ini aku mau cerita yang agak serius. Semoga ga bikin boring. Yah tapi kalau pada kenyatannya ceritanya ga enak dibaca, monggo diclose tabnya.
Beberapi hari yang lalu, alhamdulilah bisa quality time sama mama. Tidur-tiduran di depan tv, tapi ga sambil nonton tv, mama tiba-tiba nyeletuk tentang keinginannya punya mantu yang sholih (dibaca ikhwan). Sambil becanda padahal mah speechless itu, aku cuma bilang , "ya kali mah aku nikah sama akhwat (wanita sholihah)". Kemudian mama jadi serius, mama sampai beberapa kali mengharapkan aku nikah sama ikhwan. Sontak, seperti kejatuhan durian maha raksasa saat mendengar harapan mama itu. Aduhaaaiii, anakmu yang meskipun berhijab tapi masih suka nunda-nunda sholat, masih tergila-gila sama kpop, masih suka begadang nonton drama korea atau film hollywood. Mana ada ikhwan yang mau sama perempuan macam begini. Aku cuma bisa membatin.
Ga cuma segitu aja harapan mama. Masih dengan nada serius, mama kasih wejangan ke anak bungsunya ini, "suami yang punya kewajiban cari nafkah, istri hanya membantu. Tapi kalau suami sudah mampu menafkhi keluarga dengan cukup, lebih baik istri mengurus keluarga di rumah. Ga masalah pendidikan tinggi, itu untuk bekal seorang ibu mendidik generasi yang baru." Duuuh, ga nyangka mama bisa ngomong seserius ini. Jujur, merinding sekali mama bilang begitu. Karena kebtulan belum lama ini iseng baca-baca blog tentang parenting. Lalu gatau kenapa, jadi kepingin jadi ibu rumah tangga aja, yang 24 jam mengurus keperluan keluarga, bisa melihat setiap fase-fase pertumbuhan anak, mengantar mereke ke sekolah, ke tempat les, menyiapkan sarapan, makan siang, makan malam, dan bekal makanan anak-anak dan suami, beres-beres di rumah, packing peralatan suami kalau ditugaskan keluar kota, baca cerita sebelum tidur buat anak-anak, dan hal menyenangkan lain sebagai ibu.
Jadi ibu rumah tangga yang baik merupakan perlawanan yang hebat terhadap cita-cita aku sebelumnya. Aku, si achiever oriented ini, dulu dengan yakin punya cita-cita jadi psikolog yang kerja dikantoran dan punya keinginan super hebat, memimpin sebuah perusahaan. HAHAHA.. dewa sekali!! Sekarang jiwa ke-ibu-annya lambat laun mulai tumbuh seiring bertambahnya juga usia. Kalau pun setelah nikah masih diperbolehkan bekerja sama suami, pekerjaan yang aku inginkan ga muluk-muluk, yang penting bisa bikin aku tambah pengalaman dan terus belajar, dan selebihnya kehidupanku akan aku habiskan jadi ibu rumah tangga yang baik.
Selamat hari Jumat bloggeeeerrr, mari kita jemput jutaan pahala :)